Selasa, 08 September 2015

Ada bahasa yang lebih santun untuk menyapa

Di dalam Suku Melayu terdapat sebuah adat dan budaya yang mengatur untuk menyapa keluarga atau siapapun yang dituakan dengan bahasa yang santun dan juga sebagai ungkapan penghormatan. Hal serupa tak terkecuali bagi masyarakat Jambi, khusunya yang bermukim di daerah Desa Tuo Ilir Tebo Ilir Tebo. Hingga saat ini panggilan sapaan tersebut masih lestari di bumi perbatasan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Batanghari tersebut. Berikut panggilan sapaan yang biasa digunakan:

1.      Pakteh/Mekteh: Panggilan sapaan untuk keluarga ayah atau ibu yang paling tua. Pakteh kepada laki-laki dan mekteh kepada wanita.
2.      Pakcik/Mekcik: Panggilan sapaan ini ditujukan untuk keluarga ayah atau ibu yang dilahirkan no.2. Pakcik untuk laki-laki dan Mekecik wanita.
3.      Pakngah/Mekngah: Panggilan sapaan ini teruntuk keluarga ayah atau ibu yang lahir ditengah-tengah. Pakngah untuk laki-laki, sedangkan wanita dipanggil Mekngah.
4.      Pakning/Mekning: Panggilan sapaan ini diberikan kepada keluarga ayah atau ibu yang  dilahirkan no.3 terahir. Pakning kepada laki-laki dan Mekning kepada wanita.
5.      Pakdo/Mekdo:  Panggilan sapaan kepada keluarga ayah atau ibu yang dilahirkan no.2 terakhir. Pakdo laki-laki dan Mekdo untuk wanita.
6.      Uwakcek/mekcek: panggilan sapaan untuk keluarga dari ayah atau ibu yang paling kecil. Sapaan uwak cek bisa digunakan kepada laki-laki dan mek cek kepada wanita.
7.      Paklok: Panggilan sapaan kepada anak laki-laki dari keluarga ayah atau ibu yang bungsu.
8.      Abang/dang: Panggilan sapaan kepada kakak. Abang untuk laki-laki dan Dang atau biasa juga ayuk untuk wanita.
9.      Emak/Ebak: Panggilan teruntuk untuk orangtua tercinta. Emak buat ibu dan Ebak/Ayah untuk bapak.
10.  Kulup/Supik: Panggilan sapaan kepada ayah kepada anaknya. Kulup untuk laki-laki dan Supik wanita.


Selain itu juga ada panggilan sapaan seperti Busu, Meksu, Nteh, dan ada masih banyak lagi yang lainnya. Namun panggilan sapaan ini masih tetap disesuaikan dengan apa yang terjadi saat itu.    

Bahasa [Lain] Untuk Sebuah Teguran atau Ajakan


Jambi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kearifan lokal yang luar biasa untuk mendidik dengan tata karomah serta etika yang bermartabat, salah satunya terdapat di Desa Tuo Ilir Tebo Ilir Tebo. Salah satunya keunikan tersebut yaitu dari segi bahasa untuk menegur atau mengajak seorang. Di sana kerap menggunakan bahasa kiasan atau mungkin sedikit memiliki kemiripan dengan majas dalam bahasa Indonesia. Berikut adalah bahasa kiasan yang sering diucapkan masyaraknya:

1.      Jangan duduk di atas bantal nanti kena bisul. Kiasan ini pada dasarnya mungkin lebih ke arah tatah karomah, karena pada prinsipnya bantal adalah tempat kepala. Oleh karena itu tidak boleh diposisikan sebagai tempat bokong.
2.      Jangan duduk di muka pintu nanti kau dilamar tidak jadi. Bahasa teguran satu ini lebih ke arah tatah karomah dan sedikit kekhawatiran. Karena duduk di muka pintu mengganggu orang lalu lalang sekaligus beresiko jatuh ke bawah, apalagi seperti rumah panggung yang biasa ada di Jambi.
3.      Tunggu dulu pergi nanti kau kepunan (naas). Tata karomah lagi-lagi ditekankan di sini, karena ketika makanan sudah siap dihidangkan, maka kita diharapkan menghormati sang pemilik rumah dan bukan seenak-enak sendiri langsung pergi.
4.      Tolong habiskan nasinya nanti dia menangis. Seorang ibu atau ayah kerap menegur anaknya dengan bahasa ini ketika sedang menyantap makanan, karena di sini ada prinsip menghargai makanan dan bagaimana susahnya mencari pangan hingga ia menjadi sebutir nasi.
5.      Buahnya jangan dilempar-lempar nanti pusing kepala kau ketika makannya. Prinsip di dalamnya juga mengandung teguran untuk menghargai makanan.
6.      Jangan memakai baju terbalik nanti hari hujan. Kiasan ini lebih kepada prinsip ketidakpantasan serta ketidakenakan dipandang mata, apalagi di tengah keramaian banyak orang.

Tradisi Memotong Kerbau




Tradisi memotong kerbau ini menjadi ritual tahunan yang dilakukan setiap datangnya Hari Raya Idul Fitri. Pemotongan biasanya dilakukan H-1 lebaran dan dimulai kira-kira pukul 05.30 Wib secara gotong royong. Untuk mendapatkan satu ekor kerbau biasanya warga melakukan urunan melalui kegiatan Yasinan setiap malam Jumat. Daging kerbau ini nantinya diolah menjadi rendang, gulai, ataupun sambal dan akan disantap saat Lebaran pertama. 

Pengobatan Tradisonal: Batemas dengan Kunyit



Di daerah Jambi, khusunya di Kabupaten Tebo ada sebuah pengobatan tradisonal yang secara temurun masih tetap bertahan di tengah pengobatan medis yaitu batemas dengan kunyit. Biasanya pengobatan ini dilakukan oleh seorang tabib dengan terlebih dahulu memberi jampi-jampian pada kunyit yang dipotong menjadi dua bagian kecil, lalu dilemparkan ke atas. Kemudian sang tabib akan melihat jenis penyakit pasiennya di antara kedua kunyit tersebut. Kunyit yang memiliki energi negatif dibuang, sedangkan yang positif dioleskan di kening orang yang sakit. Kondisi ini kerap dihubungkan dengan kemasukan roh jahat atau keteguran.

Masakan khas jambi


1. Gulai Tempoyak


Meski hingga saat ini masakan ini masih menyimpan tanda Tanya besar berasal dari daerah mana, karena daerah Melayu lainnya seperti Bengkulu, Sumatera Selatan,  Riau, bahkan Pontianak sama-sama mengklaim masakan ini milik mereka, saya rasa stop untuk memperdebatkan masalah ini,  meski demikian setiap daerah pasti keunikan tersendiri, seperti halnya gulai tempoyak khas jambi memiliki rasa yang sedap dan alami, karena diolah dari durian yang benar-benar langsung jatuh dari pohonnya. Makanan ini berasal dari fermentasi durian yang dicampur dengan garam, kemudian didiamkan di dalam sebuah wadah tertutup selama berbulan bahkan bertahun. Masakan ini biasanya dimasak dengan ikan patin, baung, juaro Batanghari, dan toman.

 2. Pepes Tempoyak

 
Selain diolah menjadi gulai, tempoyak juga sangat lezat apabila disulap menjadi pepes tempoyak. Masakan ini biasanya dengan cara terlebih dahulu melumuri ikan dengan tempoyak kental dalam sebuah wadah, yang sebelumnya telah dicampurkan serai, kunyit, bawang, cabe, dan garam secukupnya. Lalu masukkan ke dalam daun pisang, kemudian disangai di atas barah api.   

 

3. Dodol/Jodah kicau


Makanan ini paling sering ditemukan saat Lebaran Idul Fitri. Dodol atau biasa disebut jodah kicau ini dibuat dengan menggunakan beras ketan, santan kelapa serta gula merah, kemudian dimasak selama kurang lebih 7 sampai 10 jam. Makanan satu ini sangat popular di daerah Kabupaten Tebo.  
   

 4. Pedo ikan




Pedo ikan berasal dari fermentasi ikan-ikan kecil yang dicampur garam, karena suatu kondisi ikan yang sedang berlimpah. Biasanya di Sungai Batanghari terkadang ada suatu musim ikan mudik dan itu menyebabkan ikan tidak termakan lagi dalam satu waktu. Nah pada saat-saat semacam inilah kita bisa menemukan jenis masakan ini.  

5. Kaut timun




Makanan satu ini sebagai makanan pelengkap bersama ikan panggang. Cara membuatnya sangat sederhana yaitu dengan memarut bagian dalam mentimun, kemudian dicampurkan terasi, cabe, dan garam secukupnya. 

 6. Nasi gemuk

Kuliner satu ini sangat digemari di Jambi, ada yang bilang nasi gemuk ini diibaratkan nasi uduk ala jambi. Cara pembuatannya yaitu dengan terlebih dahulu memanaskan santan kelapa, kemudian masukkan serai, garam, jeruk, kunyit, dan daun salam, kemudian masukkan beras setelah air mendidih, lalu diaduk hingga rata dan meresap. Setelah itu  kukus kurang lebih 45 menit hingga nasi matang.